Mengenal Subduksi Lempeng Selatan JAWA-LOMBOK dan Potensi Bahayanya

 

(a) Peta Struktur Busur Sunda Tengah; garis merah merupakan sesar aktif yang disusun dari Pusat Kajian Gempa (Irsyam et al., 2020) berdasarkan sesar yang dipublikasikan seperti SFZ, Zona Sesar Sumatera (Natawidjaja, 2018; Sieh & Natawidjaja, 2000); UKF, Sesar Ujung Kulon (Mukti, 2018; Natawidjaja, 2018); CmF, Sesar Cimandiri (Marliyani et al., 2016); LF, Sesar Lembang (Daryono dkk., 2019); FlF, sesar dorong busur belakang Flores (Silver et al., 1983; Simandjuntak & Barber, 1996); OF, Sesar Opak (Saputra et al., 2018); TF, Sesar Tulungagung; RMKSF, Sesar Rembang-Madura-Kangean-Sakala; NMSF, Sesar Selat Madura Utara dan SMSF, Sesar Selat Madura Selatan (Ran et al., 2020; Susilohadi, 1995); BKFS, Sistem Sesar Baribis Kendeng. Garis hitam tipis merupakan sesar Paleogen (Darman & Sidi, 2000). (b) Peta seismotektonik dengan tampilan zoom-in ke Jawa dan Kepulauan Sunda Kecil (sejauh ditunjukkan pada panel A), menampilkan mekanisme fokus dorong (biru), strike-slip (merah) dan sesar normal (kuning) Tengah Gempa dangkal Busur Sunda (kedalaman ∼35 km, Ekström et al., 2012) dan peta kecepatan GPS (panah berwarna hijau) sehubungan dengan Blok Sunda (Koulali et al., 2017). Bintang putih menunjukkan hiposenter gempa 7 Mw Batavia yang dimodelkan (Nguyen et al., 2015).

Kelengkungan zona subduksi Jawa-Banda, dari Sumatera ke Kepulauan Sunda Kecil (Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, dan Sumba) dan di seluruh Jawa menghasilkan variabilitas spasial yang penting dalam akomodasi deformasi di dalam lempeng atas. Di bagian barat, subduksi miring di bagian depan Sumatera dipartisi antara subduksi dan Zona Sesar Sumatera dextral (mis., McCaffrey, 2009). Di bagian utara Kepulauan Sunda Kecil, di mana konvergensi normal terhadap parit, lipatan dan lekukan mengakomodasi pemendekan Busur Belakang Flores (mis., McCaffrey & Nábělek, 1987). Di antara kedua wilayah ini terletak Pulau Jawa, yang rezim tektoniknya pada transisi antara dua domain tersebut kurang jelas. Pulau ini merupakan lokus aktivitas vulkanik dan seismotektonik yang intens (Hutchings & Mooney, 2021). Namun, struktur tektoniknya kurang mendapat perhatian dibandingkan pulau-pulau busur lainnya, meskipun faktanya bagian barat Jawa adalah bagian terpadat di Indonesia. Secara khusus, itu menjadi tuan rumah megalopolis Jakarta, di mana aktivitas seismotektonik bahkan lebih sedikit dipelajari daripada daerah lain. Kurangnya studi seismotektonik di bagian utara Jawa sebagian dapat dijelaskan oleh fakta bahwa pulau itu tidak hanya menderita gempa bumi dahsyat dalam 200 tahun terakhir, tetapi juga karena ekspresi morfotektonik di topografi permukaan lebih halus di Jawa daripada di tempat lain di sepanjang busur. . Di sepanjang pulau, tingkat konvergensi menurun dari 65 mm/tahun di Jawa Timur menjadi 58 mm/tahun di Jawa Barat (Koulali et al., 2017). Selain megathrust subduksi yang menampung sebagian besar konvergensi, beberapa sesar aktif mempengaruhi daratan pulau Jawa, seperti Cimandiri transpressive (Arisbaya et al., 2019; Marliyani et al., 2016), Lembang (Daryono et al. , 2019), dan Opak (Walter et al., 2008) Sesar. Namun, sesar kompresi berarah E-W kurang didokumentasikan terlepas dari risiko seismogenik. Fitur yang paling representatif adalah yang disebut Sistem Sesar Baribis-Kendeng (BKFS) yang membentang dari Jawa Timur hingga Jawa Barat (Clements et al., 2009; Smyth et al., 2005). Di sini, kami mengganti nama BKFS menjadi "Java Back-arc Thrust" (JBT), yang mencakup semua struktur tren E-W sub-kontinyu yang menyerang Jawa secara lebih komprehensif daripada penggabungan dua nama lokal lainnya.

Sistem sesar JBT mungkin berasal dari Flores Back-arc Thrust yang merupakan sumber dari rangkaian gempa bumi 6,9 Mw 2018 di Lombok (Yang et al., 2020), dan gempa bumi Flores 1992 Mw 7,8 (Beckers & Lay, 1995; Yeh dkk., 1993). Sesar ini merambat ke arah barat (Silver et al., 1983), sebagaimana diungkapkan oleh gempa bumi 6,5 Mw 1976 yang dilaporkan di Bali (Ekström et al., 2012; Leimena, 1979) dan gempa merusak sebelumnya di bagian utara Bali (Nguyen et al. al., 2015; Wichmann, 1918). Lebih jauh ke barat, Flores Thrust diperkirakan secara terputus-putus bergabung dengan sistem back-arc thrust Pulau Jawa (Simandjuntak & Barber, 1996), melintasi dua set sabuk lipat-dorong di Selat Madura (Ran et al., 2019; Susilohadi , 1995), dan akhirnya menautkan ke JBT (Clements et al., 2009; Koulali et al., 2017; Simandjuntak, 1992; Simandjuntak & Barber, 1996; Smyth et al., 2005). Model skala global menunjukkan bahwa JBT merupakan episode termuda dari propagasi back-arc thrust ke arah barat akibat tumbukan Australia yang masuk ke Pulau Jawa (Husson et al., 2022)

Di Jawa Barat, model konseptual sistem gaya dorong ke utara menjelaskan dengan baik perkembangan gaya dorong dari waktu ke waktu (Clements et al., 2009). Namun demikian, konfigurasi model mungkin sedikit berbeda ke arah timur dimana gempa 5,5 Mw tahun 1990 terjadi. Selanjutnya, model Jawa Timur model memberikan penjelasan yang lebih baik tentang interaksi antara magmatik dan struktur dorong (Lupi et al., 2022) dan pemuatan vulkanik (Smyth et al., 2005). Dalam studi ini, kami juga memodelkan propagasi Back-Arc Thrust (WJBT) Jawa Barat ke arah utara di sekitar episentrum gempa tahun 1990 di barat daya Cirebon.

Aktivitas seismotektonik menjadi kurang intens dari Flores Back-arc Thrust ke arah barat saat memasuki Pulau Jawa. Namun demikian, gempa bumi lokal yang dilaporkan membuktikan potensi bahaya JBT. Mekanisme fokus gempa 6.0 Mw 2018 di timur Surabaya mengungkapkan kompresi N-S (Ekström et al., 2012). Di Jawa Tengah, solusi mekanisme fokus dorong 5,5 Mw 1990 dan mekanisme fokus strike-slip 4,5 Mw 2020 yang direkam di selatan Cirebon (Ekström et al., 2012) juga mengungkapkan deformasi aktif di JBT. Di ujung barat Jawa, JBT memicu gempa 1780 Mw Batavia (Jakarta) (Nguyen et al., 2015), yang merupakan gempa paling dahsyat yang dilaporkan di Jawa Barat (Albini et al., 2013). Menghancurkan rumah-rumah di dekat Jakarta (Wichmann, 1918), keributan yang terdengar dari Gunung Salak dan Gunung Gede di selatan Jakarta (Harris & Major, 2017). Selanjutnya, mekanisme fokus gempa bumi berkekuatan lebih kecil di Jawa Barat (Supendi, Nugraha, Puspito, et al., 2018, dan katalog BMKG) mengungkapkan kompresi N-S dan sesar mendatar.


Secara keseluruhan, pengamatan kami menunjukkan bahwa WJBT mengubah bentuk Pliosen menjadi sedimen baru-baru ini, yang secara global membingkai periode aktivitas patahan. Berdasarkan pengamatan kami, kami mengusulkan model tektonik Jawa Barat yang menunjukkan propagasi gaya dorong ke utara di domain busur belakang dan interaksi dengan busur vulkanik. Struktur dorong busur belakang terbaru terletak di sebelah utara Gunung Api Tampomas yang merupakan gunung api paling utara dari busur gunung api Kuarter Jawa Barat. Studi kami konsisten dengan studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa thrusting di Jawa Barat dimulai setelah Miosen (Clements et al., 2009). Dimulai dengan Sesar Cimandiri di bagian selatan busur vulkanik modern dan merambat ke utara dengan timbulnya Sesar Lembang dan WJBT, kemudian mempengaruhi daerah busur dan busur belakang (Clements et al., 2009; Hall et al., 2007)
Model tektonik 3D propagasi utara busur vulkanik dan Back-arc Thrust Jawa Barat. Kurva merah menggambarkan WJBT yang aktif secara tektonik.

di Kutip Dari agupubs.onlinelibrary
 

2 komentar:

  1. Balasan
    1. Sama-Sama pak,,,, Semoga Innformasi ini dapat Membantu memberikan Pendidikan Kebencanaan bagi Publik

      Hapus