Penurunan muka tanah (land subsidence) merupakan suatu proses gerakan penurunan muka tanah yang didasarkan atas suatu datum tertentu (kerangka referensi geodesi) dimana terdapat berbagai macam variabel penyebabnya (Marfai, 2006).
Ada 4 jenis
penurunan muka tanah yang terjadi di Jakarta.
1) Pertama
akibat ekstraksi air tanah,
2)
kedua akibat beban konstruksi,
3)
ketiga akibat konsolidasi alami tanah aluvium dan
4)
penurunan tanah tektonik.
Dari Keempat hal tersebut,
penurunan muka tanah akibat ekstraksi atau pengambilan air tanah menjadi
fenomena yang dominan terjadi di Jakarta !!!
Akibat hal
tersebut laju maksimum penurunan tanah mencapai 6 cm per tahun"
Fenomena di atas
terjadi sebagai akibat adanya seolah kekosongan pada Akuifer (Akuifer merupakan
Lapisan Air Dalam Tanah)
warna hijau itu lapisan batuan yang
pada saat diendapkan berupa lapisan mendatar, namun terlihat bahwa dibagian
utara (kanan) sudah jauh dibawah karena proses ambles. Terlihat di bagian utara
(kanan) lebih ambles ketimbang bagian selatan (kiri).
Lihat/Download juga Hasil Studi Penurunan Tanah Jakarta DISINI
Di Indonesia bukan hanya Jakarta yang mengalami
kasus tersebut beberapa kota lain juga mengalami kasus yang sama.
Batuan sedimen yang ada di beberapa
tempat terutama di pantai utara Jawa adalah endapan laut. Bahkan batuan dasar
yang berada pada kedalaman lebih dari seratus meter. Artinya dulu tanah itu ada
di dasar laut tetapi sekarang sudah turun ambles hingga seratus meter.
Penurunan tercepat terjadi di wilayah pesisir padat
penduduk sangat rentan terhadap banjir ROB (Banjir ROB adalah banjir yang diakibatkan oleh pasangnya air laut/Pasang air laut yang
kemudian menggenangi Kawasan Daratan termasuk Permukiman penduduk).
Kementerian ESDM
menyebutkan bahwa rata-rata laju penurunan Tanah di Indonesia berdasarkan Data
10 Kota yang mencakup Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi berada pada angka
12 cm/Tahun.
Penurunan tanah yang signifikan di sembilan daerah, termasuk enam kota besar, dengan harga sampai dengan 22 cm/tahun. Penurunan tanah terdeteksi di dekat Lhokseumawe, Medan, Jakarta, Bandung, Blanakan, Pekalongan, Bungbulang, Semarang, dan di Kabupaten Sidoarjo.
Peningkatan
Konsumsi air tanah juga tidak terlepas pisahkan dari persentasi Populasi yang
mendiami pulau Jawa yang mencapai angka 56,10% (BPS Tahun 2020).
Penurunan tanah ini tentusaja akan membahayakan penduduk
yang ternyata juga kebanyakan berada didaerah yg ambles ini.
Kota Ambon sebagai Ibu Kota Provinsi Maluku hari ini juga perlu mewaspadai kasus Penurunan Tanah di masa depan sebagai akibat Pembangunan dan kepadatan Pulau Ambon !!!
Tindakan Yang Harus Dilakukan Pemerintah :
- Membuat Standarisasi Kepadatan Ideal Permukiman tiap Wilayah dan Pulau. Sehingga tidak terjadi Pemusatan populasi di Pulau Jawa. Dan Untuk itu, Percepatan Pembangunan dan Ivestasi di Luar Jawa harus digalakan sehingga arus Urbanisasi di Indonesia Tidak Terfokus ke Tanah Jawa saja.
- Sudah waktunya bagi kota-kota di Indonesia terutama di daerah terjadinya Penurunan Tanah, Pembuatan Sumur Bor/Artesis atas IZIN dan PENGAWASAN Pemerintah sehingga Jumlah air tanah yang di ambil dari permukiman ataupun Industri menjadi terkendali dan bila di perlukan pembentukan PERDA terkait Perizinan dan Pengawasan Sumur Artesis harus di bentuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar