Kelas Bencana Jehensa Semuel Makatita Pantau Gempa Pantau Hujan Cek Gempa Cek Cuaca Geografi Kebumian Astronomi Aplikasi Excel Jehensa Semuel Makatita Pantau Bencana Pantau Negeri Geografi Kebumian Astronomi Aplikasi Excel Jehensa Semuel Makatita


DESKRIPSI UMUM PERSONAL WEB INI

Jehensa Semuel Makatita, Gr adalah salah satu Guru GEOGRAFI SMA di Timur Indonesia yang jauh dari akses kota madya atau kota provinsi yang Menyadari terbatasnya sumber belajar peserta didik ditengah Pembelajaran Abad 21 saat ini dan derasnya arus Informasi, dengan Pendekatan Pembelajaran Baru "Pembelajaran Berbasis Web".

Website ini dikembangkan untuk menjembatani kebutuhan Informasi baik : GEOGRAFI, KEBUMIAN, ASTRONOMI, TUTORIAL, PENDIDIKAN, FOTOGRAFI, TREND INFO PUBLIK

FITUR UNGGULAN

INFORMASI PANTAU KEBENCANAAN dalam Membentuk para Pembaca Adaptasi Kebiasaan Baru (Siaga dan Tanggap Bencana)

D U K U N G A N

Semoga web ini memberikan manfaat bagi para siswa dan Pembaca Umum Yang Menyadari Pentingnya Informasi Kebencanaan.

Ikuti kami Sahabat Melalui Web, Twitter, Facebook dan YouTube Channel GEOSIDE kami...
Akses terus website kami agar kami selalu mengembangkannya sesuai kebutuhan Sahabat dan Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya

Melihat Masa Depan Dengan Menyadari Ancaman Masa Lalu Krakatau

Letusan Krakatau pada bulan Agustus 1883 adalah salah satu ledakan vulkanik paling mematikan dalam sejarah modern. Gunung berapi yang ditemukan di tengah Selat Sunda di antara dua pulau terbesar di Indonesia itu berada di sebuah pulau kecil yang menghilang hampir dalam semalam. Letusannya begitu keras sehingga bisa terdengar di Reunion, sekitar 3.000 mil jauhnya. Saat gunung berapi runtuh ke laut, itu menghasilkan tsunami setinggi 37m – cukup tinggi untuk menenggelamkan sebuah bangunan enam lantai. Dan ketika gelombang itu melaju di sepanjang garis pantai Selat Sunda, ia menghancurkan 300 kota dan desa, dan menewaskan lebih dari 36.000 orang. 

Hampir 45 tahun kemudian, pada tahun 1927, serangkaian letusan bawah air secara sporadis menyebabkan bagian dari gunung berapi asli sekali lagi muncul di atas laut, membentuk pulau baru bernama Anak Krakatau, yang berarti “Anak Krakatau”. Pada Desember 2018, selama letusan kecil lainnya, salah satu sisi Anak Krakatau runtuh ke laut dan garis pantai wilayah itu sekali lagi dilanda tsunami besar. Kali ini, 437 orang tewas, hampir 32.000 terluka dan lebih dari 16.000 orang mengungsi.

Meski Anak Krakatau sudah aktif sejak Juni tahun itu, warga setempat tidak mendapat peringatan akan datangnya gelombang besar. Ini karena sistem peringatan dini Indonesia didasarkan pada pelampung laut yang mendeteksi tsunami yang disebabkan oleh gempa bumi bawah laut, seperti yang terjadi pada Boxing Day tahun 2004, dalam salah satu bencana alam paling mematikan sepanjang masa.

Tetapi tsunami yang disebabkan oleh letusan gunung berapi agak berbeda dan, karena tidak terlalu umum, para ilmuwan masih belum sepenuhnya memahaminya. Dan Indonesia tidak memiliki sistem peringatan dini yang canggih untuk tsunami yang disebabkan oleh gunung berapi.

Di masa depan, Anak Krakatau akan meletus lagi, menghasilkan lebih banyak tsunami. Karena sulit untuk memprediksi secara pasti wilayah Selat Sunda mana yang akan terkena dampak, sangat penting bagi penduduk di desa-desa pesisir untuk benar-benar menyadari bahayanya.

Sistem peringatan dini yang canggih dapat dipasang. Ini akan melibatkan pengukur pasang surut untuk mendeteksi peningkatan ketinggian air, citra satelit dan pemetaan drone, dan model numerik tsunami berjalan secara real time. Ketika sistem ini memicu peringatan, itu akan diumpankan langsung ke penduduk yang tinggal di sabuk pantai. Sebelum sistem seperti itu diterapkan, sangat penting untuk melibatkan masyarakat lokal dalam manajemen risiko bencana dan pendidikan.

Kita perlu memberi tahu orang-orang tentang risikonya Tetapi mempersiapkan bencana di masa depan bukan hanya tentang membangun pemecah gelombang atau tembok laut, meskipun struktur pertahanan ini jelas penting untuk melestarikan pantai untuk pariwisata dan bisnis lokal seperti memancing. Ini juga tentang mendidik orang agar mereka merasa lebih sehat secara psikologis, lebih tangguh dan kurang cemas menghadapi mega tsunami di masa depan. 

Sebelumnya saya telah menyoroti dua contoh partisipasi masyarakat yang proaktif di desa-desa rawan bencana di Inggris dan Jepang. Dalam kedua kasus tersebut, warga tahu bagaimana harus bertindak jika terjadi bencana alam tanpa bergantung pada pihak berwenang. Penipisan tanah dan kematian dapat dikurangi jika masyarakat setempat siap menghadapi bencana alam seperti tsunami.

Setelah tsunami Anak Krakatau pada bulan Desember 2018, saya dan peneliti lokal melakukan survei lapangan secara mendetail tentang garis pantai provinsi Lampung, di sisi utara selat, dan beberapa pulau kecil di sekitarnya. Kami menemukan kurangnya struktur pertahanan tsunami yang tepat atau sistem peringatan dini, dan rumah-rumah dan bisnis yang dibangun sangat dekat dengan pantai tanpa zona penyangga. Kami mengidentifikasi dataran tinggi di mana penduduk bisa lari jika terjadi tsunami dan memasang tanda-tanda dengan rute evakuasi.

Selama survei ini, saya melakukan serangkaian pertemuan kelompok terarah dengan penduduk lokal dan bisnis untuk membuat masyarakat lebih tangguh dan mengurangi kecemasan mereka tentang mega tsunami di masa depan di daerah tersebut. Saya mengembangkan model perambatan gelombang tsunami untuk mereplikasi tsunami 2018 dan peristiwa tsunami masa depan yang paling masuk akal, dan untuk mengidentifikasi bentangan pantai yang paling rentan, seperti desa Kunjir di daratan Lampung.

Saya juga menggabungkan hasil survei lapangan, keluaran model numerik dan informasi yang dipublikasikan untuk membuat beberapa rekomendasi bagi masyarakat lokal. Saya menyarankan kolaborasi aktif antara departemen pemerintah dan lembaga lokal dalam masalah ini, dan pembentukan tim kesiapsiagaan bencana untuk setiap desa di Lampung Selatan. Kriteria perencanaan pembangunan infrastruktur di sepanjang pantai juga harus ditinjau, dan harus ada program trauma healing bagi korban tsunami Krakatau 2018.

Kita tidak tahu persis kapan Krakatau akan meletus lagi, atau apakah letusan di masa depan akan menyamai letusan tahun 1883 atau bahkan 2018. Itu pertanyaan bagi para ahli vulkanologi. Tapi kita harus melakukan apa yang kita bisa untuk mempersiapkan yang terburuk. 

By Ravindra Jayaratne

Lihat juga artikel terkait Catatan Tsunami 1062 Tahun Terakhir di Indonesia Peta Sumber dan Bahaya Gempa di Indonesia Potensi Bencana Geologi Indonesia Pemetaan Kawasan Sektor Bahaya Gempa Besar di Indonesia Rekaman Tsunami Maluku BANDA DETACHMENT  FAKTOR PEMBENTUK TSUNAMI 6 Klaster Wilayah Berdasarkan Tingkat Aktivitas Kegempaan di Indonesia 

'>Bagikan Info Ini Pada Sahabat Anda !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pemantau Cuaca dan Gelombang

Update Erupsi Gunung Api Sepanjang 2023

Breaking News Hari Ini Di Facebook

Hot News Terkini di Instagram

Info Tik Tok